Photo Citra Dyah Prastuti. facebook.com |
“Citra Dyah Prastuti mempertahankan tradisi KBR dengan segala kesulitannya,” kata Andreas Harsono dari Yayasan Pantau, Rabu, 31 Januari 2018.
Citra memulai karier sebagai wartawan KBR pada 2002, setahun sesudah lulus dari Universitas Indonesia. Dia meliput beberapa daerah konflik, seperti Ambon dan Aceh, ketika operasi militer dilancarkan dari Jakarta pada 2003.
Yayasan Pantau memuji komitmen Citra yang terlibat dalam banyaknya peliputan atau peristiwa pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Peliputan itu, dari upaya menemukan kuburan massal pembantaian 1965 sampai pembunuhan pengacara Munir Thalib, dari diskriminasi terhadap Ahmadiyah sampai penutupan gereja-gereja.
Selain itu, prestasi Citra lain yang diganjar penghargaan ini adalah keterlibatannya menyunting program Saga–sebuah program feature radio KBR yang banyak dapat penghargaan. Pada 2012, Citra membuat liputan soal anak-anak Timor Timur yang diambil berbagai pihak dari Indonesia—militer, sipil, organisasi Islam maupun Kristen—dan dibawa ke Indonesia.
KBR adalah media radio berita yang diproduksi PT Media Lintas Inti Nusantara. Media ini menyediakan berita audio sejak 1999 dan dipakai sekitar 600 radio berbagai kota di Indonesia. KBR bisa didengar lewat Internet di website KBR.ID juga lewat aplikasi telepon genggam.
Juri dari penghargaan ini adalah Alexander Mering (Gerakan Jurnalisme Kampung di Kalimantan Barat, Pontianak), Coen Husain Pontoh (Indo Progress, New York), Made Ali (Jikalahari, Pekanbaru), Yuliana Lantipo (Jubi, Jayapura), dan Andreas Harsono. Penghargaan Oktovianus Pogau diberikan untuk merangsang diskusi soal keberanian dalam jurnalisme.
Elisa Sekenyap, sahabat Oktovianus Pogau, dari Suara Papua, mengatakan, “Citra mewakili cita-cita sahabat saya, Oktovianus, yang telah pergi. Namun keberanian dan keinginannya untuk menyuguhkan fakta di Papua Barat, salah satu daerah paling direndahkan di Indonesia, masih diteruskan. Ia bukan saja diteruskan di kalangan wartawan Papua, tetapi juga Citra Prastuti di Jakarta.”
Oktovianus Pogau, lahir di Sugapa, pada 5 Agustus 1992 dan meninggal di usia 23 tahun, pada 31 Januari 2016 di Jayapura. Selama hidupnya, dia banyak meliput pelanggaran HAM di Papua.
Tautan terkait untuk berita ini:
Dosen Universitas Bakrie Raih Penghargaan Pogau Award